Human error. Dua kata itu adalah
kata-kata yang cukup sering kita dengar dalam dunia penerbangan. Frasa
ini juga menjadi frasa yang cukup menakutkan bagi insan penerbangan,
karena
human error sering dituding menjadi penyebab sejumlah
kecelakaan pesawat yang tak jarang berakibat hilangnya nyawa satu atau
bahkan banyak orang sekaligus. Namun apakah kita tahu, apakah
human error itu ?
Pada saat sebuah kecelakaan (
accident) pesawat dinyatakan terjadi karena
human error,
pemikiran kita akan langsung tertuju pada awak pesawat tersebut: pilot
atau awak pesawat yang lain saat itu. Sementara orang yang berpikir
sedikit lebih luas akan memasukkan pula elemen-elemen seperti : pertugas meteorologi, pengatur lalu lintas udara (
air traffic controller) dan lain-lain. Pada dasarnya, kedua pemikiran itu sama sempitnya, sama kontra-produktifnya dan sama salahnya dengan pelaku
human error itu sendiri. Lantas, bagaimana?
Safety dalam Teknologi Penerbangan
Dalam teknologi modern, khususnya teknologi penerbangan, masalah
safety menjadi sangat krusial dan vital. Setidaknya ada dua alasan untuk ini:
- penerbangan—“menaklukkan” udara dan beraktivitas di
dalamnya—bukanlah kodrat alami manusia yang ditakdirkan untuk hidup dan
berkembang di daratan.
- teknologi untuk terbang—seperti juga teknologi yang lain—adalah
semata-mata buatan manusia, yang memiliki banyak kelemahan dan
keterbatasan, seperti manusia itu sendiri.
Dua alasan pokok itu membuat manusia harus lebih peduli terhadap masalah
safety, baik dalam pekerjaan-pekerjaan di darat (
pre flight dan
post flight check atau pemeliharaan pesawat) maupun saat terbang itu sendiri. Falsafah “
the sky is vast but there’s no room for error”
adalah sebuah aksioma penerbangan yang berlaku terus selama penerbangan
itu ada. Semakin berkembang dan maju sebuah teknologi, semakin
penting pula untuk
concern terhadap masalah keselamatan terbang dan kerja, dan itu dapat dilakukan hanya dengan pemahaman yang baik tentang
human error.
Amat bijak bila kita tidak terlalu jauh dulu menyebut
human error. Mungkin lebih tepat bila kita sebut
human factor
(faktor manusia) yang terlibat dalam hampir setiap kecelakaan
penerbangan. Faktanya memang demikian. Barulah, 80% diantaranya
adalah
human error. Ada bedanya, kan? Faktor manusia ini
memang tidak perlu diragukan karena bagaimanapun teknologi penerbangan
dan perangkat pendukungnya (pesawat,
ground power unit, radio,
runway
dan sebagainya) adalah ciptaan manusia. Seluruh manual dan petunjuk
operasi pesawat dan perangkat pendukungnya juga buatan manusia.
Kegiatan inspeksi, pemeliharaan dan penyiapan pesawat serta perangkat
pendukung itu juga dilakukan manusia. Saat pesawat terbang, yang
menerbangkannya juga manusia.
Elemen-elemen Dasar Human Factor
Faktor manusia tadi terbagi dalam dua kelompok besar yang selalu terlibat dalam setiap
accident:
1.
Unsafe Conditions. Kondisi-kondisi yang termasuk dalam kelompok
unsafe conditions antara lain:
- Organizational failures. Kegagalan ini dihasilkan dari
kebijakan-kebijakan (policy) dan tindakan yang diambil organisasi atau
manajemen. Organisasi atau sebuah manajemen selalu memiliki pemimpin
atau manajer. Kebijakan seorang manajer atau pemimpin selalu
berpengaruh signifikan dalam pembinaan safety dalam sebuah organisasi.
- Local factor, yang meliputi kondisi lingkungan kerja,
kekurangan perlengkapan kerja atau minimnya prosedur yang digunakan.
Faktor lokal ini dapat berupa faktor yang dapat menyebabkan kesalahan (error-producing factors) seperti tools atau perlengkapan yang berkualitas rendah, mudah rusak dan sebagainya atau faktor yang dapat menyebabkan pelanggaran (violation-producing factors) seperti peraturan setempat yang mungkin dianggap terlalu hati-hati (over cautious).
- Inadequate defences, yang dapat mencegah terjadinya kesalahan manusia maupun kesalahan teknis. Defence ini dapat berupa publikasi (manual/petunjuk teknis maupun operasi), budaya disiplin, supervisi kerja dan profesionalisme.
2.
Unsafe Actions. Unsafe actions banyak digolongkan para ahli sebagai
active failures
yang dilakukan oleh para “operator” penerbangan (tidak hanya pilot,
tapi bisa juga teknisi, operator ATC, petugas bagasi dan sebagainya).
Faktor lingkungan (
unsafe conditions) jelas berperan penting terhadap
unsafe actions
ini, namun demikian ada faktor internal dalam diri manusia itu sendiri
yang juga dapat memberi kontribusi terhadap kegagalan aktif ini, antara
lain:
- Memory lapse. Kealpaan mengingat sesuatu ini dapat
terjadi bila seseorang insan penerbangan melakukan sesuatu yang tidak
direncanakan sebelumnya, sehingga hal-hal yang sudah direncanakan justru
terlewatkan.
- Action slips. Biasanya terjadi pada pekerjaan yang amat rutin dan terlalu familiar bagi seorang awak pesawat (prosedur start
yang sudah “di luar kepala” atau melakukan hal-hal rutin lainnya).
Yang juga masuk dalam kategori ini adalah rasa percaya diri yang
berlebihan (over confident). Ingat kecelakaan jatuhnya pesawat pembom B-52 USAF pada bulan Juni 1994 akibat sang pilot yang terbiasa bermanuver “gila”.
- Expertise. Bila sebuah pekerjaan dilakukan oleh orang-orang yang tidak qualified, dengan pengetahuan dan keterampilan yang minim, akibatnya bisa fatal. Itulah pentingnya menempatkan “the right man on the right place” dalam dunia (bisnis) penerbangan.
Faktor-faktor di atas adalah penggolongan umum terhadap sedemikian banyak
icon yang terlibat dalam sebuah kecelakaan penerbangan. Kita dapat melihat, dalam setiap kelompok itu, faktor manusia
selalu ada.
Apa Yang Dapat Kita Lakukan?
Jalan keluar dari persoalan
human factor ini adalah
pembinaan sumber daya manusia yang baik.
“Baik” berarti terarah dan berimbang. Dalam tataran yang lebih
praktis, hal-hal ini wajib dilakukan oleh siapapun yang ingin terlibat
dalam dunia penerbangan :
- Ciptakan manajemen yang baik. Mulai dari struktur
terkecil (dalam sebuah pesawat yang sedang terbang), penerbangan selalu
membentuk sebuah manajemen. Dalam sebuah pesawat angkut misalnya, ada
Captain Pilot sebagai flight leader. Lalu ada Copilot sebagai pembantu utamanya. Ada flight engineer
yang bertanggungjawab atas sistem teknis dalam pesawat. Bila tidak
ada manajemen yang baik, misalnya seorang pilot yang tidak memberi
kepercayaan pada engineer-nya sehingga mencampuri kewenangan si engineer, akibatnya bisa fatal. Begitu pula bila seorang engineer
tidak memberi saran apapun pada pilot saat ada masalah teknis dalam
penerbangan. Di darat, manajemen perusahaan (institusi) juga
berpengaruh signifikan. Bila ada keterbukaan antara personel lapangan
dengan para manajer, para awak pesawat dapat terbang dengan tenang dan
penuh konsentrasi. Sebaliknya, bila bawahan mendapat terlalu banyak
tekanan (menyelesaikan pekerjaan dengan dead time yang pendek),
atau pembatasan-pembatasan yang berlebihan (tidak diijinkan cuti, dsb)
maka dampaknya bisa terbawa saat bawahan tersebut harus terbang atau
melakukan pekerjaan di pesawat. Ingat, tidak ada tempat sekecil apapun
untuk sebuah kesalahan dalam dunia penerbangan! Manajemen yang baik
harus menjalankan mekanisme persuasif dan perintah secara seimbang.
- Peka terhadap lingkungan anda. Sudah berlaku umum
bahwa lingkungan kerja yang baik, rapi dan nyaman akan membuat siapapun
di dalamnya bekerja dengan tenang. Prestasi kerjapun bisa dijamin
akan baik dalam lingkungan kerja yang seperti ini. Kenyamanan bekerja
dapat diciptakan dengan berbagai cara, antara lain:
- Semaksimal mungkin penuhi kebutuhan bawahan, tentu saja dengan
melihat aspek kepentingan organisasi secara menyeluruh (kekuatan
finansial, orientasi ke depan dan sebagainya). Upayakan mereka
memiliki kelengkapan kerja yang memadai baik dari segi jumlah maupun
kualitas. Begitu pula hak-hak seperti tunjangan kesehatan, keahlian
sampai pada tunjangan hari raya (THR) dan gaji. Pemenuhan hak seperti
ini setidaknya membantu mereka meminimalisir persoalan mereka, khususnya
dalam hal keuangan.
- Jangan membuat regulasi-regulasi yang terlalu mengekang hak-hak
bawahan. Kadang-kadang seorang pemimpin memiliki ketakutan yang
berlebihan terhadap tingkat disiplin bawahan, sehingga dikeluarkanlah
regulasi-regulasi yang memberi terlalu banyak batasan kepada bawahan
yang mengakibatkan bawahan cenderung memendam persoalan-persoalan
pribadi mereka. Membiarkan hal seperti ini adalah sama dengan
menyimpan sebuah bom waktu yang suatu hari akan meledak.
- Bentuk “pertahanan” yang fleksibel. Memang tidak
baik mengekang bawahan dengan regulasi yang terlalu mengikat, namun juga
tidak baik membiarkan bawahan melakukan kemauan mereka
sendiri-sendiri. Harus ada konsekuensi yang tegas dan keras terhadap
setiap pelanggaran. Bila sebagai pemimpin anda telah merasa memenuhi
segala hak mereka, anda berhak menuntut prestasi kerja maksimal dari
mereka. Begitu pula anda berhak menuntut mereka menjalankan kewajiban
sebagai bawahan (masuk kerja dan pulang tepat waktu dan lain-lain).
Ini adalah bentuk hubungan 2 arah yang senergis dalam sebuah
organisasi. Dalam hal pekerjaan, anda harus percaya pada para inspector yang anda miliki. Mereka memang dilatih untuk menilai kualitas kerja para mekanik di lapangan.
Good Management = No organizational accident
Sepanjang
unsafe conditions dapat kita hilangkan, saat itu pula kita telah menghilangkan kemungkinan munculnya
unsafe actions.
Ini terjadi karena manajemen yang baik dapat menjamin terpenuhinya
kebutuhan moril dan materiil setiap individu di dalamnya, sehingga
mereka akan memiliki motivasi untuk memberikan yang terbaik bagi
institusi tempatnya bekerja.
Kiranya benarlah apa yang disampaikan oleh Jerome C. Lederer, direktur pertama
Safety Bureau of Civil Aeronautics Board USA bahwa “
an accident, no matter how minor, is a failure of the organization”. Menyikapi masalah
human factor,
berarti kita berbicara dan bertindak terhadap manusia di sekeliling
kita. Untuk itu, perlu sebuah manajemen yang baik, rapih dan terarah
untuk dapat “memanusiakan manusia” sehingga tujuan yang ingin kita capai
berupa keberhasilan misi penerbangan—dan misi kedirgantaraan secara
lebih luas—dapat kita wujudkan
dengan selamat.
Dalam dunia penerbangan, masalah
human factor tidak semata-mata tentang individu-individu manusia, tapi lebih kepada
sistem di mana “human” itu berada. Selamat terbang!
sumber : http://lembagakeris.net/2012/11/human-error-atau-human-factor/