Ibu hamil boleh naik pesawat ?
"Dr Sudjoko KUSWADJI MSc(OM) PKK SpOk"
Sebenarnya
ibu hamil tidak menjadi masalah, jika harus bersalin di atas pesawat terbang.
Partus set selalu disediakan sebagai kelengkapan pesawat terbang normal. Dalam
ICAO Health Related Documents tercantum sejumlah kotak pertolongan pertama,
satu per seratus penumpang yang disimpan tersebar di cabin pesawat dan siap
dipakai. Beberapa di antara peralatan dalam kotak itu dituliskan Umbilical cord
clamp dan Thermometers (non-mercury). Ini berarti, bahwa pesawat siap menolong
penumpang yang mau bersalin. Persyaratan thermometer non mercury mendahului
rekomendasi Conference of Plenipotentiaries on the Minamata Convention on
Mercury Kumamoto, Japan, 10 and 11 October 2013, yang mengajak dunia tidak
menggunakan mercuri lagi mulai tahun 2020."
Bagaimana
siapnya awak pesawat untuk menolong persalinan, tetap saja pesawat terbang
bukan tempat persalinan yang ideal. Masyarakat penumpang lainnya tidak
menghendaki adanya penumpang yang bersalin di atas pesawat terbang. Oleh karena
itu banyak perusahaan penerbangan menyusun pembatasan orang hamil untuk naik
pesawat terbang. Kriteria pertama adalah usia kehamilan. Makin tua kehamilan,
semakin mungkin sewaktu-waktu persalinan bisa terjadi.
Jika
penerbangan kurang dari 4 jam, kehamilan tunggal- hingga akhir minggu ke-40 dan
untuk kehamilan kembar- hingga akhir minggu ke-36 diperbolehkan, sementara jika
penerbangan berlangsung 4 jam atau lebih, kehamilan tunggal hingga akhir minggu
ke-36, kehamilan kembar- hingga akhir minggu ke-32 yang diperbolehkan.
Nampaknya pertimbangan lama terbang dikaitkan dengan dugaan lama persalinan.
Pertimbangan tunggal dan kembar, dikaitkan dengan besar bayi. Bayi kembar lebih
kecil, sehingga persalinan bisa terjadi pada usia muda. Tidak dibicarakan
masalah primi (pertama hamil) dan multi (berkali-kali hamil). Yang ini terkait
dengan lama persalinan. Ketika kehamilan calon penumpang memasuki trimester
ketiga (setelah 28 minggu), mereka diharuskan membawa dokumen wajib dari dokter
sebelum diizinkan terbang.
Sebagai
gambaran bagaimana pembatasan ibu hamil naik pesawat terbang, dapat dilihat
dari statistik jemaah haji berikut. Sejak tahun 1974 sampai beberapa tahun
berikutnya tercatat banyak bayi yang dilahirkan di Arab Saudi. Tidak disebutkan
apa ada yang dilahirkan di dalam pesawat terbang. Ini mengandung arti bahwa
sejak 1974 dan beberapa tahun berikutnya seleksi jemaah yang hamil agak kendor.
Pulang
dari haji harus berdua dengan bayinya. Syukur jika tidak dikenai biaya
tambahan. Si ibu perlu mendapatkan izin medis jika bepergian hingga 7 hari
paska melahirkan. Bayinya harus berusia minimal 48 jam untuk dapat melakukan
perjalanan dengan pesawat. Izin medis dibutuhkan untuk dapat melakukan
perjalanan pada usia antara 3 dan 7 hari setelah kelahiran. Bayi yang berusia
kurang dari 7 hari tidak diperbolehkan melakukan perjalanan udara dengan
pesawat tertentu. Bagi jamaah Indonesia melahirkan di Arab Saudi merupakan
suatu kebanggaan. Anaknya akan diberi nama sesuai dengan nama tempat yang ada
di sana, seperti Arafah, Mina dan lain-lain. Meninggal dunia pun diharapkan
terjdi di tanah suci, meskipun mayatnya tidak bisa dibawa ke tanah air. Lagi pula
tak ada batu nisan di sana.
Sebuah
pesawat terbang China Airlines terbang dari Taipei menuju Los Angeles. Seorang
ibu hamil 36 minggu naik dalam pesawat terbang, tanpa melaporkan kehamilannya.
Secara mengejutkan di dalam pesawat si ibu tiba2 mules mau bersalin. Ketinggian
pesawat ketika itu 30 000 kaki di atas permukaan laut. Para awak pesawat
menjadi panik. Kebetulan ada seorang dokter di antara penumpang yang bersedia
membantu persalinan. Pesawat terpaksa dibelokkan ke Anchorage, Alaska.
Diharapkan agar si ibu segera mendapatkan pertolongan medis dan segera masuk
rumah sakit.
Dia dicurigai sengaja ingin bersalin di Amerika,
dengan harapan anaknya mendapatkan kewarganegaraan Amerika secara automatis.
Seharusnya dia terancam denda £21,000, karena dia lalai melaporkan
kehamilannya. Mentah-mentah dia berbohong jika sengaja ingin bersalin di
Amerika, meskipun dia selalu bertanya: “Apa saya sudah di Amerika?”
Penumpang ini terpaksa kembali ke Taiwan tanpa bayinya
yang terlalu muda. Dia sudah puas dengan mendengar, bahwa anaknya sudah mendapatkan
kewarganegaraan Amerika. Anaknya dititipkan kepada salah satu keluarganya di
sana. Menteri Perhubungan Taiwan mengatakan, bahwa perusahaan penerbangan sudah
mengeluarkan biaya tambahan dan biaya lainnya ketika belok ke Achorage, lebih
dari £21,000, melampaui denda yang harus dia bayar.
Sudjoko KUSWADJI MSc(OM) PKK SpOk Lahir 22 Juni 1946
Yayasan Sudjoko Kuswadji Bersaudara. Konsultasi
dan Pelatihan
2005– now Consultancy and Training (YIDKI, Yayasan
Sudjoko Kuswadji).2001– 2004 International SOS. Occupational Health
Physician.1999– 2001 PT Sucofindo Jakarta, Indonesia. Consultant and Trainer.
1996–1999 PT IHBI Jakarta, Indonesia. Training
Manager.1983 – 1996 Unocal Indonesia Ltd. Balikpapan, Indonesia. Medical Officer
(Occupational Health).
1988 – 1989 National University of Singapore
Singapore, Master of Science in Occupational Medicine.
1980 – 1983 Tesoro Indonesia Petroleum Co. Tarakan, Indonesia.
Area Manager Medical.
1979 – 1980 Cipto Mangunkusumo Hospital Jakarta,
Indonesia. Assistant Resident in Surgical Department
1974 – 1979 Indonesian Air Forces Jakarta, Indonesia.
Medical Officer (Armed Forces).
1973 – 1974 Air Force Health Department Jakarta,
Indonesia. Honorary Doctor (General Practice).
1964 – 1972 Faculty of Medicine U I Jakarta, Indonesia
Quality Assurance in Family Practice, Widya Medika,
1996
Dorland Medical Dictionary - Translation, EGC Medical
Books Publishers, 1994
Therapeutical Tips, Hipocrates, 1993
Principles of Surgical Techniques, Hipocrates
-Translation, 1989.






0 komentar:
Post a Comment