CIRCLING APPROACH
Pada
tanggal 15 April 2002, pukul 11:21:17 (02:21:17 UTC), Air China flight 129,
sebuah Boeing 767-200ER, terdaftar di China sebagai B2552, dioperasikan oleh
Air China, terbang dari Beijing, China ke Busan, Korea, jatuh di gunung Dotdae,
berlokasi 4.6 km sebelah utara runway 18R di Gimhae airport, pada ketinggian
204 meters Mean Sea Level (MSL). Flight 129 meninggalkan Beijing airport,
China, dengan satu captain, dua kopilot, delapan flight attendants dan 155
penumpang, dan sedang melakukan circling approach ke runway 18R di Gimhae
airport, setelah mendapatkan landing clearance.
Demikian
kira-kira terjemahan bebas dari paragraf awal laporan kecelakaan
tersebut. Pesawat tersebut sedang melakukan circling approach
pada waktu terjadi kecelakaan. Di laporan sepanjang 168 halaman, dari sederet
daftar kesalahan pilot dan perusahaan, ada sebuah pelajaran berharga bagi kita
pilot yang masih hidup: tidak semua cirling approach bisa dilakukan.
Selalu periksa circling minimumyang berlaku dan periksa kriteria circling apa
yang dipakai di tempat tersebut
Sebelum
kita bahas satu persatu tentang circling approach ini, bagi penerbang pesawat
komersial penulis mengingatkan bahwa ada banyak kriteria dan 2 kriteria
diantaranya dipakai secara luas di dunia ini untuk membuat sebuah circling
approach, yaitu PAN OPS dari ICAO dan TERPS dari US FAA.
Sementara
banyak negara menjalankan kriteria dari ICAO Doc 8168, negara-negara seperti
Saudi Arabia, Yunani, Korea Selatan dan lain-lain, mengambil kriteria TERPS
dari US FAA. Perbedaan paling utama dari kedua kriteria tersebut adalah
perbedaan kategori kecepatan pesawat dan perbedaan luas dari area yang
terlindung (protected area) atau juga disebut Visual Manouvering Area.
Perbedaan inilah yang menjadi salah satu penyebab kecelakaan Air China di atas.
Ada juga
negara seperti Jepang yang mempunyai kriteria circling sendiri baik untuk
approach speed category maupun visual manouvering area.
Sumber(google)
Pada gambar di atas terlihat sebuah contoh untuk category
C visual manouvering area untuk kriteria ICAO PAN OPS lebih besar karena
maksimum kecepatan pada waktu circling juga lebih besar. Mengambil contoh untuk
kecepatan maksimum kategori C pada PAN OPS adalah 180 knots (radius
visual manouvering area4,5 nm ) sedangkan pada TERPS adalah 121-140 knots
(radius hanya 1,7 nm, tidak cukup untuk pesawat jet narrow body pada umumnya).
Pesawat
seperti B737 dan A320 masuk dalam kategori C di PAN OPS tapi mungkin masuk di
kategori D atau malah E di TERPS. Dengan mengambil kategori D atau E maka nilai
minimumnya (MDA, minimum descent altitude) akan lebih tinggi. Pada kecelakaan
di atas sepertinya penerbang tanpa sadar mengambil kategori C untuk MDAnya
padahal seharusnya dia mengambil kategori D atau E karena Korea Selatan mengadopsi
TERPS untuk rancangan instrument approachnya.
Bagaimana
caranya mengetahui kriteria yang dipakai di sebuah chart? Pada chart profesional
biasanya tertulis di chart misalnya chart keluaran dari Jeppesen ditulis di
kiri bawah dari approach chart yang bersangkutan.
Di
perusahaan tempat penulis bekerja,melakukan circling pada approach dengan
kriteria TERPS sama sekali tidak diperbolehkan karena keterbatasan area ini
untuk menghindari kecelakaan yang sama.
Circling
approach pada umumnya jarang dilakukan oleh penerbang pesawat jet komersial,
sehingga ada satu hal yang sering dilupakan, Missed Approach Procedure.
Silahkan review kembali prosedur missed approach untuk circling approach di
bagian akhir tulisan ini.
Circling Approach/ Circle to land
Biasanya pada waktu melakukan instrument approach,
pada waktu mencapai Decision Height atau Missed Approach point, jika visibility
cukup maka kita akan melihat landasan di depan kita. Mungkin dengan sedikit offset
di sebelah kiri atau kanan. Sekarang masalahnya bagaimana jika kita harus
mendarat di landasan yang tidak mempunyai instrument approach baik karena tidak
memiliki perangkat yang diperlukan ataupun karena perangkat yang ada sedang
rusak? Atau juga misalnya jika lokasi VOR jauh dari landasan dan kondisi
geografis di sekitar landasan tidak memungkinkan untuk straight in instrument
approach.
Jawaban
dari masalah ini adalah melakukan circling approach, yaitu melakukan instrument
approach pada sebuah landasan, lalu diteruskan dengan circle to land, mendarat
di landasan yang lain. Biasanya jika final approach course alignment lebih dari
30° dari garis tengah landasan (runway centerline).
Missed approach
Kapanpun
penerbang kehilangan landasan atau referensi visual lain dari pandangannya, missed
approach procedure harus dijalankan. Prosedur yang harus dijalankan adalah
prosedur Missed approach dari instrument approach yang sedang digunakan. Misalnya
sedang menjalankan ILS runway 36 circle to land runway 18, maka prosedur missed
approach yang harus dijalankan adalah missed approach ILS runway 36.
Hal lain
yang penting adalah, pesawat harus selalu berada di manouvering area, untuk menjamin
bebas dari obstacle. Perhatikan gambar missed approach di bawah. Pada waktu berada
di final atau baru berbelok ke finaL, pesawat bermanuver ke manuvering area,
untuk berbalik ke prosedur missed approach yang sebenarnya.
Dari contoh gambar di bawah, dari base leg, bisa saja
berbelok ke kanan langsung menjalankan prosedur missed approach TEtapi hanya
jika anda yakin obsctacle clearance terjamin dan pesawat mampu climb di atas
obstacle. Cara yang paling aman adalah meneruskan final leg sambil climb ke
missed approach altitude/ atau MSA (minimum safe altitude) lalu diteruskan ke
arah visual manouvering area dan berbalik arah untuk menjalankan prosedur
missed approach. (gambar di tengah).
sumber(google)
0 komentar:
Post a Comment