Pesawat
terbang yang lebih berat dari udara diterbangkan pertama kali oleh Wright
Bersaudara (Orville Wright dan Wilbur Wright) dengan menggunakan pesawat
rancangan sendiri yang dinamakan Flyer yang diluncurkan pada tahun 1903 di Amerika
Serikat. Selain Wright bersaudara, tercatat beberapa penemu pesawat lain yang
menemukan pesawat terbang antara lain Samuel F Cody yang melakukan aksinya di
lapangan Fanborough, Inggris tahun 1910. Setelah zaman Wright, pesawat terbang
banyak mengalami modifikasi baik dari rancang bangun, bentuk dan mesin pesawat
untuk memenuhi kebutuhan transportasi udara.
Prinsip
dasar dari cara pesawat terbang untuk mengudara sama untuk semua pesawat, baik
pesawat capung maupun pesawat super jumbo seperti Airbus A380. Yang
mempengaruhi pesawat unuk terbang adalah gaya – gaya aerodinamis yang
mengenainya yaitu, gaya angkat (lift), gaya hambat (drag), gaya berat
(grafitasi), dan gaya dorong (trust).
Gaya
dorong pesawat kedepan didapat dari baling-baling yang berputar pada ujung
pesawat (lihat gambar). Sedangkan gaya hambat merupakan pergesekan pesawat
udara dengan angin. Karena pesawat udara mempunyai massa, maka gaya grafitasi
akan membawa pesawat kebawah, untuk itulah gaya angkat diperlukan. Gaya angkat
dihasilkan dari sayap pesawat udara.
Sayap
pesawat udara ini yang memegang peranan kunci untuk mengkat badan pesawat.
Penampang sayap ini biasanya disebut “aerofoil” Selama penerbangan udara
mengalir ke atas dan bawah sayap. Udara yang megalir diatas sayap lebih cepat dari
udara yang mengalir dibawah sayap, sehingga tekanan udara diatas pesawat lebih
rendah.
Disaat
yang bersamaan udara dibawah sayap dibelokan kebawah, sehingga terjadi gaya
angkat (udara yang terdorong kebawah akan mendorong sayap keatas- gaya aksi
reaksi).
Gaya
dorong terhadap sayap dan tekanan udara yang rendah diatas sayap inilah yang di
butuhkan untuk pesawat terbang di udara.
Terdapat
beberapa faktor yang menyebabkan pesawat dapat terbang, diantaranya :
- Sayap
- Airfoil
Sebuah
pesawat memerlukan gaya angkat atau lift yang di butuhkan untuk terbang. Lift
dihasilkan oleh permukaan suatu sayap(wing) yang berbentuk airfoil.
Gaya angkat terjadi karena adanya aliran udara yang melewati bagian atas dan bagian bawah di sekitar airfoil. Pada saat terbang, aliran udara yang melewati bagian atas airfoil akan memiliki kecepatan yang lebih besar daripada kecepatan aliran udara yang melewati bagian bawah dari airfoil. Maka, pada permukaan bawah airfoil akan memiliki tekanan yang lebih besar daripada permukaan di atas. Perbedaan tekanan pada bagian atas dan bawah inilah yang menyebabkan terjadinya gaya angkat atau lift pada sayap pesawat. Oleh karena tekanan berpindah dari daerah yang bertekanan besar menuju ke daerah yang bertekanan kecil, maka tekanan pada bagian bawah airfoil akan bergerak menuju bagian atas airfoil sehingga tercipta gaya angkat pada sayap pesawat. Gaya angkat inilah yang membuat pesawat dapat terbang dan melayang bebas di udara.
Gaya angkat terjadi karena adanya aliran udara yang melewati bagian atas dan bagian bawah di sekitar airfoil. Pada saat terbang, aliran udara yang melewati bagian atas airfoil akan memiliki kecepatan yang lebih besar daripada kecepatan aliran udara yang melewati bagian bawah dari airfoil. Maka, pada permukaan bawah airfoil akan memiliki tekanan yang lebih besar daripada permukaan di atas. Perbedaan tekanan pada bagian atas dan bawah inilah yang menyebabkan terjadinya gaya angkat atau lift pada sayap pesawat. Oleh karena tekanan berpindah dari daerah yang bertekanan besar menuju ke daerah yang bertekanan kecil, maka tekanan pada bagian bawah airfoil akan bergerak menuju bagian atas airfoil sehingga tercipta gaya angkat pada sayap pesawat. Gaya angkat inilah yang membuat pesawat dapat terbang dan melayang bebas di udara.
Untuk
bergerak ke depan (baik di darat maupun di udara), pesawat memerlukan daya
dorong yang di hasilkan oleh tenaga penggerak atau yang biasa di sebut dengan
mesin (engine). Daya dorong yang nantinya di hasilkan oleh engine ini biasa di
sebut dengan thrust. Terdapat beberapa jenis engine dari pesawat,
diantaranya :
-Piston
Engine
-Turbojet
Engine
-Turboporop
Engine
-Turbofan
Engine
-Turboshaft
Engine
- Piston Engine
Piston
engine atau biasa di sebut dengan mesin torak, merupakan mesin yang menggunakan
piston (torak) sebagai tenaga penggerak. Piston yang bergerak naik turun di
hubungkan dengan crankshaft melalui connecting rod untuk memutar propeller atau
baling-baling. Piston dapat bergerak naik turun karena adanya pembakaran antara
campuran udara dengan bahan bakar (fuel) di dalam ruang bakar (combustion
chamber). Pembakaran di dalam combustion chamber menghasilkan expansion gas
panas yang dapat menggerakkan piston bergerak naik turun.
Pesawat yang menggunakan mesin piston umumnya menggunakan propeller sebagai tenaga pendorong untuk menghasulkan thrust. Bentuk penampang dari propeller itu sendiri sama seperti sayap, yaitu juga berbentuk airfoil. Sehingga pada saat propeller berputar maka akan menghasilkan gaya dorong atau thrust sehingga pesawat dapat bergerak ke depan. Pesawat dengan mesin piston ini merupakan jenis pesawat ringan atau biasa di sebut dengan light aircraft. Pesawat ini mempunyai daya jelajah yang kecil dan ketinggian terbang yang tidak terlalu tinggi.
Pesawat yang menggunakan mesin piston umumnya menggunakan propeller sebagai tenaga pendorong untuk menghasulkan thrust. Bentuk penampang dari propeller itu sendiri sama seperti sayap, yaitu juga berbentuk airfoil. Sehingga pada saat propeller berputar maka akan menghasilkan gaya dorong atau thrust sehingga pesawat dapat bergerak ke depan. Pesawat dengan mesin piston ini merupakan jenis pesawat ringan atau biasa di sebut dengan light aircraft. Pesawat ini mempunyai daya jelajah yang kecil dan ketinggian terbang yang tidak terlalu tinggi.
Pada
dasarnya, prinsip kerja dari semua engine pesawat sama. Yaitu memanfaatkan
energi pembakaran antara campuran bahan bakar dengan udara yang menghasilkan expansion
gas yang terjadi di dalam ruang bakar cc (combustion chamber).
- Turbojet Engine
Dinamakan
turbojet engine karena mesin ini menggunakan turbin dalam membangkitkan tenaga,
dan jet yang artinya semburan/pancaran. Yaitu semburan hasil pembakaran di dalam
cc keluar menuju turbin dan memutar turbin, lalu turbin memutar compressor dan
menggerakkan komponen engine lainnya.
Prinsip
kerja dari Turboprop engine sama dengan proses kerja dari turbojet engine. Yang
membedakannya adalah terdapat propeller pada engine ini. Propeller terhubung
dengan turbin dan compressor melalui shaft.
- Turbofan
Sama dengan turboprop, prinsip kerja turbofan sama dengan
turbojet engine. Perbedaannya adalah pada turbofan engine terdapat fan di depan
compressor. Fan berfungsi untuk menghisap udara masuk ke dalam compressor.
- Turboshaft Engine
Prinsip
kerja dari turboshaft engine juga hampir sama deng an turbojet engine. Engine
ini di gunakan pada helikopter. Pada turboshaft engine, terdapat shaft yang
terhubung dengan turbin. Shaft ini menghubungkan ke main rotor atau
baling-baling pada helikopter. Rotor pada helikopter mempunyai penampang
berbentuk airfoil.
- Bidang Kendali (Flight Control Surface)
Untuk
menggerakkan pesawat (berbelok, menukik, dan rolling atau berbalik), seorang
pilot memerlukan bidang kendali atau control surface .
Primary
control surface
Primary
control surface atau bidang kendali utama adalah bidang kendali pesawat yang
dapat mengatur pergerakan pesawat pada saat terbang di udara. Aileron,
elevator, dan rudder merupakan bidang kendali utama pada pesawat.
- Aileron terletak pada sayap, digunakan pesawat pada saat melakukan rolling (berbalik) di udara dan pergerakannya berada pada sumbu longitudinal pesawat, aileron dikendalikan dengan menggunakan stick control yang berada pada cockpit.
- Elevator terletak pada bagian ekor (empenage) atau bagian horizontal stabilizer, digunakan pesawat untuk melakukan piching (mengangguk) dan pergerakannya pada sumbu lateral pesawat, elevator di kendalikan dengan menggunakan stick control yang berada di ruangan cockpit.
- Rudder terletak di pada bagian ekor tepatnya di bagian vertical stabilizer, di gunakan pesawat untuk melakukan yawing (berbelok) diudara dan pergerakannya pada sumbu vertical pesawat, rudder di kendalikan dengan menggunakan rudder pedal yang terletak pada ruang cockpit.
Spoiler
untuk Bidang kendali pesawat dengan sumbu dan arah pergerakannya Spoiler untuk Bidang kendali pesawat dengan sumbu dan arah
pergerakannya
Pesawat terbang, adalah salah satu obyek yang
selalu menarik untuk disimak. Kali ini kita akan melihat perkembangan salah
satu “organ vital” pesawat terbang yaitu mesin pendorong yang berjenis mesin
Jet atau dalam dunia penerbangan biasa disebut Aircraft Power Plant
Mengapa disebut sebagai “organ vital” tentu
saja…mesin Jet ini ibarat organ jantung pada manusia yang berfungsi mengatur
denyut nadi, juga tekanan darah, yang secara umum pada akhirnya menentukan
kelangsungan hidup manusia itu sendiri.
Apabila jantung manusia berhenti, maka seluruh
kegiatan kehidupan yang ditunjang olehnya juga akan berhenti. Begitupun dengan
mesin pesawat terbang. Apabila mesin itu mati karena suatu hal, maka secara
umum sistem internal di dalam pesawat itu akan terancam kelangsungan hidupnya.
Hal ini disebabkan karena mesin itu menyediakan fungsi sistem-sistem internal yang
ada di dalam pesawat terbang tersebut. Sistem apa sajakah itu?
Sistem-sistem tersebut adalah Sistem Kelistrikan
(Electrical System), Sistem Hidrolis (Hydraulic System),
Sistem Tekanan Kabin (Pressurization System), Sistem Kendali Pesawat
Terbang (Flight Control System), serta sistem-sistem sekunder lain
yang ada dalam pesawat terbang.
Roda pendarat sangat tergantung dengan adanya
Sistem Hidrolis ini.Penumpang di dalam pesawat terbang sangat tergantung dengan
keberadaan sistem tekanan kabin, agar dapat bernapas dengan leluasa serta
normal seperti layaknya diatas daratan.
Sang penerbang pun sangat tergantung dengan
sistem kelistrikan, supaya alat navigasi, alat komunikasi, serta alat-alat
penunjuk lain dapat diandalkan. Sehingga dapat dibayangkan seandainya mesin
pesawat terbang tersebut berhenti bekerja, maka semua sistem diatas akan
berhenti juga. Itulah sebabnya mesin pesawat terbang mempunyai peran sebagai
“organ vital”.
Dahulu saat pesawat terbang berhasil dibuat oleh
Wright bersaudara, satu-satunya tenaga penggerak dan pendorong adalah mesin
sederhana yang menggerakkan baling-baling.Baling-baling itu lalu menimbulkan
daya dorong (thrust), yang didukung oleh profil tertentu sayap
pesawat, sehingga menimbulkan gaya angkat (lift ). Gabungan dari
daya dorong dan gaya angkat itulah yang membuat pesawat terbang mampu mengudara
seperti yang kita lihat.
Tentunya dua gaya itu harus lebih besar dari dua
gaya “lawannya”, yaitu gaya berat (weight) dan hambatan(drag).
Seiring berjalannya waktu, mesin berbaling-baling dirasakan tidak mencukupi
lagi kebutuhan manusia untuk dapat menikmati pesawat terbang. Hal ini
disebabkan pesawat berbaling-baling (Propelled Aircraft) memiliki
keterbatasan dalam hal ketinggian jelajah, pemborosan bahan bakar, jarak
tempuh, serta waktu tempuh penerbangan. Para insinyur penerbangan ingin membuat
pesawat terbang yang mampu menjelajah pada ketinggian yang optimal sekaligus
menghemat bahan bakar, memanfaatkan massa udara yang sedikit untuk dimampatkan
lalu menghasilkan daya dorong yang spektakuler, serta mampu menempuh jarak yang
cukup jauh dengan waktu tempuh yang pendek. Terdengar hampir mustahil memang.
Namun, para insinyur penerbangan bersungguh-sungguh ingin mewujudkan keinginan
itu. Untuk memenuhi “ambisi” ini, maka dibuatlah mesin Jet.
Prinsip Prinsip Daya Dorong Jet
Apa arti Jet sebenarnya? Darimana konsep Jet itu
berasal? Siapakah manusia pertama yang menemukannya? Jet artinya pancaran atau
semprotan.Konsep reaksi Jet pertama kali dipercaya oleh para ilmuwan dari
sebuah alat permainan di negeri Romawi kuno yang dikenal dengan sebutan Hero’s
Engine. Alat permainan ini dipercaya dibuat pada masa 120 tahun SM. Alat
ini menggambarkan bahwa gaya/momentum (berupa uap) yang dikeluarkan oleh mulut
Jet itu mampu menghasilkan reaksi yang sama besar dengan daya dorong Jet itu
sendiri.Kedua Jet kecil itu memancarkan tekanan yang berakibat kedua Jet itu
bergerak berputar putar. Kemudian hasilnya Hero’s Engine-pun
berputar oleh dorongan kedua Jet itu.
Ilmuwan Fisika terkenal, Sir Isaac
Newton juga merumuskan dalam hukumnya yang ketiga, hukum Aksi
dan Reaksi. Hukum itu menyatakan “Setiap gaya yang
beraksi pada suatu benda, akan menghasilkan reaksi gaya yang berlawanan arah
yang sama besarnya”. Dari sinilah para insinyur penerbangan memulai bekerja
menciptakan suatu Mesin Jet yang menjadi tenaga pendorong pesawat terbang.
Tahun 1913 seorang insinyur Perancis bernama Rene
Lorin, mematenkan sebuah konsep Mesin berdaya dorong Jet. Tetapi ini ternyata
barulah sebuah teori, karena pada masa itu belum ada manufaktur atau produsen
yang mampu membuat mesin Jet yang berdasar pada teori ini, meskipun saat ini
ternyata Ram Jet(salah satu metoda mesin Jet modern) menggunakan
konsep Lorin ini.
Tahun 1930 Frank Whittle dipercaya telah
mematenkan karyanya, yaitu sebuah mesin gas turbin yang menghasilkan daya
dorong Jet. Tetapi inipun masih berupa teori juga. Mesin gas turbin ini baru
selesai sebelas tahun kemudian olehnya melalui uji terbang terlebih
dahulu.Konsep mesin gas turbin bertipe Turbo Jet buatan
Frank Whittle ini kelak dipakai oleh salah satu manufaktur Mesin Jet terkemuka
di dunia yaitu Rolls-Royce Welland.
Beberapa Metoda Daya Dorong Jet
Semua jenis mesin Jet sebetulnya sama. Yaitu
sama-sama dihasilkan dari bahan bakar dicampur udara yang telah dimampatkan
lalu dibakar, sehingga menghasilkan energi berupa daya dorong untuk terbang.
Perbedaannya hanyalah pada “cara memasak” bahan bakar plus udara dan
pembakarannya saja. Cara memasak diatas disebut Metoda. Beberapa Metoda itu
adalah Ram Jet,Pulse Jet,Rocket,Gas Turbine,Turbo/Ram Jet atau Turbo
Rocket.
Masing masing metoda daya dorong Jet diatas
memiliki keunggulan dan kekurangan sendiri-sendiri.Tergantung tujuan dan
keperluan penggunaannya. Untuk kepentingan pesawat terbang militer tentunya
berbeda dengan kepentingan pesawat komersial.
Pesawat Jet militer (fighting aircraft)
membutuhkan karakteristik mesin Jet yang tangguh, lincah, fleksibel, dan bertenaga
besar untuk mengejar dan memburu lawannya, sekaligus berkelit dari incaran
lawan. Sementara itu, pesawat Jet komersial (Jetliner) memerlukan
mesin Jet yang dapat diandalkan pada beberapa keadaan cuaca yang terkadang
buruk, mudah dioperasikan saat keadaan abnormal apalagi
darurat, irit bahan bakar, biaya perawatan yang murah dan mudah, disamping
memiliki kemampuan menanjak yang optimum. Dalam hal ini pilihan tentang jenis
atau metoda mesin Jet seperti diatas menjadi sangat penting.
( Sigit, pilot maskapai BUMN )
sumber : http://tabloidaviasi.com/iptek/mesin-jet-aircraft-power-plant/
sumber : http://tabloidaviasi.com/iptek/mesin-jet-aircraft-power-plant/
JAUH
sebelum pesawat terbang diciptakan oleh Wright bersaudara, kapal laut telah
lebih dulu diciptakan oleh peradaban manusia. Di dalam kitab suci pun tertulis
bahwa Nabi Nuh menciptakan kapal laut yang sangat besar yang di dalamnya berisi
umat-Nya serta bermacam fauna.
Seiring
dengan waktu, teknologi navigasi kapal laut pun berkembang. Pada mulanya sistem
navigasi hanya menggunakan tanda-tanda sederhana di permukaan laut yang mudah
dilihat dan diingat. Sehingga perjalanan dengan kapal laut sederhana itu belum
mampu menempuh jarak jauh.
Kemudian
teknologi sistem navigasi berkembang, yakni menggunakan pola perbintangan di
langit sebagai penunjukan arah. Pola cuaca juga dimanfaatkan untuk menentukan
arah angin dan fenomena cuaca lainnya. Ini pun tergolong masih sederhana
tentunya.
Itu
berbeda dengan teknologi navigasi dewasa ini yang menggunakan koordinat suatu
titik yang diukur dari penentuan garis bujur dan garis lintang, serta
dikombinasikan lagi dengan beberapa satelit GNSS yang menghasilkan penentuan
posisi yang sangat akurat. Dengan teknologi seperti itu, tingkat kesalahan
sangat kecil.
GNSS
adalah Global Navigation Satellite System atau bahasa awamnya disebut GPS
(Global Positioning System). Setelah pesawat terbang ditemukan, peralatan
navigasi pun dimasukkan sebagai bagian dari pesawat terbang. Tak heran jika
ukuran jarak terbang tetap menggunakan satuan ukuran Nautical Mile (mil laut).
Demikian pula ukuran kecepatan pesawat yang menggunakan ukuran knots yang
artinya nautical mile per hour (mil laut per jam). Sama persis dengan ukuran
satuan di kapal laut.
Navigasi
(diambil dari bahasa Inggris Navigation) berasal dari bahasa Latin ‘navis’ dan
‘agere’. Navis atau nafs dalam bahasa Yunani artinya kapal, sedangkan agere
berarti bergerak menuju.
Sehingga
arti dari kata navigasi secara umum adalah suatu kapal yang bergerak dari satu
tempat menuju ke tempat tujuan. Kalau begitu yang pertama kali menemukan sistem
navigasi tentulah orang Yunani? Ternyata bukan.
Yang
menemukan sistem navigasi purba adalah orang Mesir kuno. Sungai Nil yang
arusnya pelan dan tidak bergelombang, serta pemandangan di sekitar sungai yang
indah meyakinkan orang Mesir untuk membuat kapal dari rumput yang dianyam
sedemikian rupa, lalu menjadi kapal yang indah, untuk berlayar di sepanjang
sungai itu. Kapal di masa itu ramai dipergunakan sebagai alat transportasi,
mencari ikan, atau sekadar hiburan saja. Dari sinilah sistem navigasi sederhana
berawal.
Akan
tetapi ekspedisi kapal laut dengan jumlah besar, megah, dan penggunaan alat
navigasi yang terlengkap pada masa itu adalah bangsa China.
Laksamana
Cheng Ho
Pada tahun
1405-1433, Dinasti Ming yang ketiga, yakni Kaisar Zhu Di mengutus para pelaut
ulungnya untuk berlayar ke seluruh dunia dengan kekuatan armada lima kapal
besar. Masing – masing kapal memiliki berat 1.500 ton, panjang 120 meter dan
mampu mengangkut 7.000 penumpang. Total semua awak kapal adalah 20.000,
termasuk pelaut, tentara China, kartografer (ahli pembuat peta), peralatan,
cendera mata, serta perbekalan.
Ekspedisi
ini dipimpin oleh Laksamana Cheng Ho yang termasyur itu. Cheng Ho menggunakan
sistem navigasi yang sangat akurat. Mereka telah mampu membuat Compass Rose
(alat penunjuk arah magnetis), Theodolite (sebuah alat dengan teleskop yang
berputar untuk mengukur sudut vertikal dan horisontal), serta peralatan untuk
sistem navigasi perbintangan (Celestial Globe Navigation ).
Mereka juga memanfaatkan pola bintang Salib Selatan (The Southern Cross ) sebagai sarana penunjukan arah. Tujuan ekspedisi ini adalah untuk mempromosikan perdagangan China serta memperluas pengaruh China ke seluruh dunia. Di samping itu juga untuk membuat peta daratan dan lautan di seluruh dunia. Pembuatan peta benua Afrika, Amerika, Asia, Australia, sebagian Eropa, bahkan Antartika dimulai dari ekspedisi tersebut. Jadi Laksamana Cheng Ho-lah yang pertama kali menemukan benua Amerika. Ekspedisi pelayaran Christopher Columbus terjadi 87 tahun kemudian, yakni th 1492. Peta yang dipakai Columbus adalah hasil buatan Cheng Ho yang telah dimodifikasi.
Mereka juga memanfaatkan pola bintang Salib Selatan (The Southern Cross ) sebagai sarana penunjukan arah. Tujuan ekspedisi ini adalah untuk mempromosikan perdagangan China serta memperluas pengaruh China ke seluruh dunia. Di samping itu juga untuk membuat peta daratan dan lautan di seluruh dunia. Pembuatan peta benua Afrika, Amerika, Asia, Australia, sebagian Eropa, bahkan Antartika dimulai dari ekspedisi tersebut. Jadi Laksamana Cheng Ho-lah yang pertama kali menemukan benua Amerika. Ekspedisi pelayaran Christopher Columbus terjadi 87 tahun kemudian, yakni th 1492. Peta yang dipakai Columbus adalah hasil buatan Cheng Ho yang telah dimodifikasi.
Dasar –
Dasar Navigasi Udara
Prinsip
dari navigasi udara adalah menerbangkan pesawat udara dari satu tempat ke
tempat yang dituju dengan perencanaan yang akurat agar tidak tersesat, tidak
melanggar aturan hukum dan aturan keselamatan, baik di udara maupun di darat.
- Untuk itu penerbang mesti
mempersiapkan beberapa hal yang terkait dengan misi itu, yakni:
Titik/Tempat keberangkatan (A). - Titik tujuan (B).
- Arah magnetis dari perjalanan itu.
- Jarak yang akan ditempuh.
- Kecepatan rata-rata pesawat.
- Jumlah bahan bakar yang harus dibawa.
- Keadaan cuaca, baik di titik A, B, maupun cuaca sepanjang perjalanan. Keadaan cuaca ini sangat penting, mengingat akan mempengaruhi waktu tempuh (yang berpengaruh lagi pada konsumsi bahan bakar ) serta arah angin yang kemungkinan berubah-ubah, sehingga arah pesawat harus disesuaikan lagi supaya tidak terbawa angin yang berakibat salah arah. Sederhana bukan?
UNTUK
melaksanakan penerbangan navigasi yang baik, penerbang harus dapat menentukan
posisi pesawat yang relatif terhadap permukaan bumi setiap saat. Terdapat
beberapa metoda yang dapat digunakan untuk menetukan posisi dalam ber-navigasi.
Beberapa metoda itu adalah:
1.
Pilotage Navigation
Sistem
navigasi ini boleh dikatakan sebagai navigasi dasar karena sangat sederhana,
yakni mempergunakan tanda-tanda di permukaan bumi yang mudah dilihat yang dapat
dipakai sebagai patokan dalam bernavigasi. Tanda-tanda itu contohnya jembatan,
sungai, danau, hutan, jalan raya, jalan kereta api, pabrik, lapangan terbang,
bukit, dermaga kapal, dan lain-lain. Mudah sekali bukan? Seperti kita
mengendarai mobil melakukan perjalanan dari Jakarta ke Bandung dengan dipandu
tanda-tanda yang dapat kita manfaatkan sebagai patokan, sehingga akhirnya kita
sampai ke tujuan.
2. Dead
Reckoning Positioning
Teknik ini
sedikit lebih advanced, karena penentuan suatu titik adalah hasil kalkulasi
yang berupa waktu. Maksudnya, setelah titik/posisi pertama ditemukan, maka
titik selanjutnya tidak sulit untuk ditemukan.
Dengan patokan waktu yang telah ditentukan, titik berikutnya dapat diposisikan juga, tentunya setelah diberikan koreksi kecepatan pesawat, dan koreksi arah pesawat. Kenapa mesti ada koreksi? Tentu saja, sebab terkadang arah dan kecepatan angin tidak selalu tegak lurus dengan arah pesawat. Terkadang datang dari samping kiri maupun kanan, sehingga penerbang harus menghitung efek angin itu terhadap arah penerbangan navigasi kita, agar arahnya tidak melenceng.
Dengan patokan waktu yang telah ditentukan, titik berikutnya dapat diposisikan juga, tentunya setelah diberikan koreksi kecepatan pesawat, dan koreksi arah pesawat. Kenapa mesti ada koreksi? Tentu saja, sebab terkadang arah dan kecepatan angin tidak selalu tegak lurus dengan arah pesawat. Terkadang datang dari samping kiri maupun kanan, sehingga penerbang harus menghitung efek angin itu terhadap arah penerbangan navigasi kita, agar arahnya tidak melenceng.
3. Radio
Navigation
Cara ini
pun juga semakin maju, karena memanfaatkan radio navigasi, yakni VOR/DME dan
NDB. Apa pula ini?VOR adalah VHF Omnidirectional Range. VHF itu sendiri adalah
Very High Frequency, gelombang radio dengan frekuensi sangat tinggi.
Sederhananya
begini, suatu stasiun radio yang memancarkan gelombang yang sangat tinggi,
berupa jari-jari atau radial yang sangat banyak, berjumlah 360 derajat. Omni
artinya banyak/multi. Directional maksudnya arah. Seolah-olah seperti roda
sepeda yang memiliki jeruji yang banyak, yang terikat pada pusatnya.
‘Jari-jari‘ stasiun VOR tadi yang berupa radial adalah alat ‘penuntun’
penerbang untuk menentukan posisinya.
Apabila ditambah DME, maka semakin lengkaplah fungsinya, karena selain memberikan arah/posisi, juga memberikan informasi berupa jarak. DME artinya Distance Measuring Equipment,alat pengukur jarak pesawat itu ke stasion radio tersebut. Apabila suatu kali kita mendengar di radio komunikasi, penerbang melaporkan posisi sebagai berikut: …..’ Position on Radial 245 inbound,distance 20 DME from ‘DKI’ VOR’….. itu berarti dia ada di radial 245 derajat menuju ke stasiun DKI (nama VOR bandara Soekarno-Hatta) dengan jarak 20 DME.
Apabila ditambah DME, maka semakin lengkaplah fungsinya, karena selain memberikan arah/posisi, juga memberikan informasi berupa jarak. DME artinya Distance Measuring Equipment,alat pengukur jarak pesawat itu ke stasion radio tersebut. Apabila suatu kali kita mendengar di radio komunikasi, penerbang melaporkan posisi sebagai berikut: …..’ Position on Radial 245 inbound,distance 20 DME from ‘DKI’ VOR’….. itu berarti dia ada di radial 245 derajat menuju ke stasiun DKI (nama VOR bandara Soekarno-Hatta) dengan jarak 20 DME.
Sedangkan
NDB (Non Directional radioBeacon ) adalah stasiun radio juga, tetapi tidak
sekomplit VOR, karena tidak memancarkan radial (jari-jari) seperti VOR. NDB
sudah jarang digunakan untuk navigasi jarak jauh, mengingat akurasinya yang
rendah, meskipun masih tetap digunakan untuk tambahan sarana pendaratan pesawat
di bandara.
4.
Celestial Navigation
Sistem
navigasi ini dulu sering dipakai oleh para pelaut. Laksamana Cheng Ho
menggunakan sistem ini untuk mengarungi lautan di seluruh dunia. Sistem ini
menggunakan posisi matahari, bulan, dan bintang-bintang, atau benda-benda di
langit lainnya sebagai patokan posisi kapal di bumi.
5. Inertial
Refference System (IRS) dan Global Positioning System (GPS)
Sistem
inilah yang terkini dipakai untuk melaksanakan misi navigasi, baik navigasi
udara maupun navigasi pelayaran. IRS ini adalah suatu sistem yang sangat
canggih. Ia memerlukan masukan (input) pada saat awal hendak dipergunakan.
Input itu berupa titik-titik koordinat posisi saat itu yang sudah ditentukan
berdasarkan posisi relatif terhadap garis bujur dan garis lintang.
Pesawat
terbang dewasa ini hampir dipastikan semua memakai GPS untuk penentuan
posisinya. GPS ini juga mempergunakan patokan garis bujur dan garis lintang.
Pesawat terbang yang canggih umumnya menggunakan IRS dan GPS bersama-sama agar
semakin super akurat. Meskipun begitu, radio navigasi seperti VOR/DME tetap
selalu dipergunakan sebagai bagian dari perlengkapan navigasi, yang statusnya
adalah pelengkap ataupun sebagai cadangan seandainya GPS dan IRS tiba-tiba
tidak berfungsi, karena suatu hal.
Apakah di
langit terdapat jalan raya untuk pesawat terbang? Jawabannya memang ada ‘jalan
raya’ untuk pesawat terbang. Tetapi ‘jalan raya’ itu tak terlihat secara kasat
mata. Semacam jalan raya imajiner begitulah.
Jika kita hendak pergi ke Monas Jakarta, maka kita bisa melalui Jalan Merdeka Selatan. Jika hendak ke Bandara Soekarno-Hatta tanpa lewat tol, kita bisa melalui Jalan Daan Mogot.
Jika kita hendak pergi ke Monas Jakarta, maka kita bisa melalui Jalan Merdeka Selatan. Jika hendak ke Bandara Soekarno-Hatta tanpa lewat tol, kita bisa melalui Jalan Daan Mogot.
Begitu
juga dengan jalan raya pesawat terbang. Bila hendak terbang navigasi dari
bandara Soekarno-Hatta ke bandara Ahmad Yani di Semarang, maka kita lewat jalan
imajiner yang bernama W-45 (baca Whiskey Four Five).
Jika kita terbang navigasi dari bandara Ngurah Rai di Bali menuju ke Soekarno-Hatta di Jakarta, jalan imajiner itu bernama W-33 (Whiskey Three Three) lalu bersambung ke W-16 (Whiskey One Six). Jalanan imajiner tadi sebetulnya tidak lain adalah jari-jari atau radial dari radio VOR yang seperti dijelaskan di atas. Misalnya jika kita terbang dari Ngurah Rai ke Jakarta, maka radio VOR yang kita lewati adalah VOR Ngurai Rai sendiri, yakni BLI (baca Bravo Lima India), selanjutnya VOR Surabaya, SBR (Sierra Bravo Romeo), kemudian VOR Indramayu (IMU/India Mike Uniform), terakhir VOR Jakarta, yaitu DKI (Delta Kilo India), maka akhirnya sampailah kita mendarat di Soekarno-Hatta. (Sigit Sasongko)
Jika kita terbang navigasi dari bandara Ngurah Rai di Bali menuju ke Soekarno-Hatta di Jakarta, jalan imajiner itu bernama W-33 (Whiskey Three Three) lalu bersambung ke W-16 (Whiskey One Six). Jalanan imajiner tadi sebetulnya tidak lain adalah jari-jari atau radial dari radio VOR yang seperti dijelaskan di atas. Misalnya jika kita terbang dari Ngurah Rai ke Jakarta, maka radio VOR yang kita lewati adalah VOR Ngurai Rai sendiri, yakni BLI (baca Bravo Lima India), selanjutnya VOR Surabaya, SBR (Sierra Bravo Romeo), kemudian VOR Indramayu (IMU/India Mike Uniform), terakhir VOR Jakarta, yaitu DKI (Delta Kilo India), maka akhirnya sampailah kita mendarat di Soekarno-Hatta. (Sigit Sasongko)
0 komentar:
Post a Comment